Sidapoernation - Map
Kasugengan
Syarif Hidayatullah yang juga dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati adalah seorang pewaris Kerajaan Pajajaran. Ketika memimpin negeri Caruban di Pakungwati, beliau mengurus Ratu Mas bersama beberapa pengawalnya untuk meng-islamkan Raja Galuh. Setelah memohon restu kepada Sunan Gunung jati, berangkatlah Ratu Mas bersama rombongan ke Galuh. Kepada Raja Galuh ia menyampaikan amanat bahwa Raja Galuh beserta penduduknya diharapkan memeluk agama Islam. Seketika itu pula Raja Galuh menolaknya mentah-mentah, bahkan timbul angkara murka dan memerintahkan prajuritnya untuk mengusir rombongan Ratu Mas dari istana. Pengusiranpun dilakukan dengan cara kekerasan, maka terjadilah perang tanding yang jelas tidak seimbang antara rombongan ratu Mas dengan para prajurit dari Raja Galuh tersebut. Sehingga pada akhirnya utusan dari negeri carubanpun terpukul mundur. Ratu Mas dilemparkan oleh Raja Galuh dan terjatuh dalam posisi deprok, maka tersebutlah salah satu tempat dinamakan daerah/blok Depok (Deprok).
Ketika Ratu Mas beristirahat guna melepaskan lelahnya disebuah tempat dimana sekarang dinamakan Karang Mas, tiba-tiba muncul seorang lelaki tua. Konon lelaki tersebut adalah Mbah Kuwu Sangkan dan berkata: “Wis Cung aja ngelamun…” ( sudahlah nak jangan melamun… ), jika ingin mengalahkan Raja Galuhhendaklah menyamar menjadi seorang wanoja kemudian rayulah Raja Galuh tersebut, dikarenakan Raja Galuh sangatlah senang dengan wanita yang berparas cantik dan suka merayu. Dan ketika ia lengah maka ambilah Kendaga yang berisikan jimat patung ular mas andalannya itu. Dan tempat dimana kedatangan orang Tua ( Mbah Kuwu Sangkan ) yang sambil berkata “Cung (kacung)” itu kemudian dikenal dengan sebutan Pecung dan berkembang menjadi Desa Pecung.
Sumber lain menceritakan bahwa ketika diadakan sayembara yang berisikan “Bahwa barangsiapa yang mampu mengalahkan Nyi Mas Gandasari, maka dialah sebagai jodohnya”. Setelah hampir seluruh peserta sayembara dapat dikalahkan, tinggalah salah seorang peserta bernama Syekh Magelung. Nyi Mas Gandasari pun dibuat kewalahan ketika menghadapi syekh Magelung. Ketika perkelahian berlangsung dan Nyi mas Gandasari merasa terdesak hingga sedikit lagi akan tertangkap, ia segera bersembunyi disuatu tempat yang kemudian dinamakan Karangmas. Kejadian itu berlangsung malam hari dengan hanya menggunakan penerangan obor yang dibawa oleh Ki Wujud. Secara tak sengaja tersentuhlah tubuh Nyi Mas Gandasari, dan tiba-tiba obor yang dibawa Ki Wujud “pet” atau padam, Ki Mujud pun berkata “Cung obore mati/padam/pet” ( nak obornya mati/padam ). Maka dari kejadian tersebut daerah itu dikenal dengan nama Pecung, penggabunga dari 2 buah suku kata “pet dan cung”. Setelahnya perkampungan pecung berkembang menjadi sebuah Desa yang diberi nama Desa Pecung, dan masyarakat menunjuk Ki Caluk sebagai kuwu pertama dengan panggilan Ki Kuwu Kaji yang menjabat hingga tutup usia pada tahun 1798. Desa Pecung kemudian dimekarkan menjadi desa Pecung wetan dan Kulon. Berdasarkan pemilihan kuwu dengan cara “wi-wi-an”, terpilihlah buyut Sander menjadi kuwu di desa Pecung kulon, dan Buyut Janggol di desa Pecung wetan.
Balai desa Pecung pada awalnya terletak di blok Watukruyu, kini tempat tersebut dijadikan Kuburan umum diberi nama Kuburan Lawang, dikarenakan lawangnya atau pintunya saja. Setelah di mekarkan, balai desa Pecung Kulon terletak di blok Petapean, dan balai desa Pecung Wetan terletak di makam Cabrik. Ketika Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan pembuatan jalan antara Anyer sampai Panarukan kurang lebih 1.000 km melewati daerah Pecung Wetan. Pada masa pemerintahan kuwu Janggel (1798-1830), terjadilah perlawanan rakyat oleh karena rakyat dikerja paksakan semacam rodi, dan tanah yang dibuat jalan adalah tanah milik rakyat/bersama yang diganti dengan tanah kasikepan. Namun penggantiannya tidak merata dan tidak seimbang. Oleh karenanya daerah itu disebut blok Rawan. Adapun pembuatan rel kereta api Cirebon-Kadipaten yang melintasi daerah Pecung berkisar antara tahun 1902-1918 ketika Bupati Cirebon dijabat oleh Kanjeng Raden Adipati Salmon Salam Suryadiningrat sebagai bupati yang ke-7. Pada tahun 1918 keluar instruksi Gubernur Jenderal mengenai penyatuan desa-desa yang berdekatan (daupan) diantaranya desan Pecung Wetan dan Pecung Kulon setelah lebih dari 100 tahun “berpisah” memiliki pemerintahan masing-masing.Untuk memberikan nama desa hasil penggabungan/penyatuan, diadakanlah musyawarah desa. Juru bicara desa Pecung Wetan dipercayakan kepada Ki Tulis Kasija Kartapraja, sedangkan dari desa Pecung Kulon adalah Ki Arma.
Kesempatan pertama diberikan kepada Ki Arma yang pada intinya menceriterakan bahwa banyak orang berdatangan guna “tetirah” ke desa nya untuk mendapatkan kesembuhan. Kesempatan kedua diberikan kepada Ki Tulis kasija, setelah mendengarkan uraian Ki Arma, ia mengusulkan agar nama desa hasil penggabungan itu adalah Kasugengan yang artinya Kesembuhan. Musyawarah yang disaksikan Asisten Wedana Plumbon tersebut menyepakati secara bulat bahwa nama desa mereka adalah Desa Kasugengan. Pada tahun 1981, desa Kasugengan dimekarkan menjadi desa Kaugengan Lor, dan kasugengan kidul. Nama-nama Kuwu yang diketahui diantaranya sebagai berikut:
A. Desa Pecung
- Ki Caluk/Ki Kuwu kaji (1798)
B. Desa Pecung Kulon
- Buyut Sander (1798)
- Ki Kuwu Juwair
C. Desa Pecung wetan
- Ki janggol (1798 - 1830)
- Kasmiya/Buyut Kondar (1830 - 1851)
- Lantaran (1851 - 1868)
- Toyib (1868 - 1881)
- Karsinten (1881 - 1894)
- Kuretin (1894 - 1904)
- Marwiya (1904 - 1916)
- Sait (1916 - 1919)
D. Desa kasugengan
- Ardi (1919 - 1935)
- Sadi (1935 - 1938)
- Dolop Sumengka (1938 - 1943)
- M.Mahmud (1943 - 1949)
- Mustika (1949 - 1965)
- H.D.Effendi (1965 - 1973)
- Mastira (1973 - 1941)
E. Kasugengan Lor
- Sayuti (Pjs) (1981 - 1985)
- Kastira (1985 - 1995)
- Sarwadi (1995 - dst.)
F. Desa Kasugengan Kidul
- Mastira (1981 - 1986)
- Mastira (Pjs) (1986 - 1988)
- H.Mastira (1988 - 1996)
- H.Mastira, S.Pd (1996 - 1999)
- Gunawan (1999 - 2005)
- Kartajaya S.Pd (Pjs) (2005 - 2007)
- Nuryanto (Pjs) (2007 - 2010)
- Kartajaya, S.Pd (2010 - sampai saat ini…)
Orang tua waktu masih hidup sering cerita keluarga buyut nya dari Sidapurna keturunan Ki buyut sutara dan ada tertulis di dalam buku silsilah keluarga,waktu kecil pernah di ajak ziarah ke Sidapurna rencananya bila ada waktu niat ingin silaturahim sambil bziarah ke Sidapurna,tapi bingung ketemu dengan siapa,mohon infonya makasih.
BalasHapus